Selasa, 19 Desember 2017

Tulisan Kosong: Digital Fashion Week 2017 Jakarta

source: google
Ceritanya beberapa hari lalu, saya datang ke acara Digital Fashion Week 2017 Jakarta--dari kerjaan sebenarnya. Awalnya saya sempat bertanya-tanya juga, kenapa Digital Fashion Week? Apa hubungannya?
source: google
Setelah berbincang-bincang, event yang diadakan sejak 2012 silam ternyata adalah (katanya) fashion week pertama yang tayang live streaming. Berbeda dengan fashion week lainnya yang pernah saya tonton (gayak bet), di Digital Fashion Week para pengunjung dan penonton bisa langsung membeli baju-baju yang diperagakan! (wow)
source: google
Emang sih saya gak belum sanggup buat beli, tapi ya emang itu kan tujuan dari fashion week? Untuk memasarkan produk atau nama desainer itu, gak hanya sekedar ajang pamer baju atau koleksi terbaru? (eh iya gak sih?)
Di Digital Fashion Week 2017 Jakarta ada sekitar tujuh desainer/brand yang hadir di acara hanya dilangsungkan selama tiga hari di La Moda, Plaza Indonesia. Ada fashion forum juga dan workshop, tapi saya datang pas fashion shownya aja (hehe).
source: google
NOTE: INI TULISAN OMONG KOSONG DAN AMATIR SAYA. MURNI PENDAPAT DAN PEMIKIRAN SAYA SENDIRI. GAK ADA EMBEL-EMBEL DENGAN PIHAK TERTENTU.

Fashion show pertama dibuka dengan penampilan dari Harry Halim. Desainer yang namanya udah besar duluan di Paris, Perancis ketimbang di Indonesia (atau saya yang kudet ya). Koleksinya berjudul 'Les Fleus du mal' yang dalam bahasa Perancis artinya 'flowers of evil', 'bunga-bunga kejahatan'. Koleksinya dinominasi warna hitam dan sedikit warna merah.

Saat pertama kali saya melihat koleksinya, yang saya rasakan adalah nuansa vampy yang begitu kental. Jadi semacam vampy, gothic, dark, beauty, gitulah. Musiknya menambah nuansa vampy itu. Terus ada juga beberapa busana yang sekilas terlihat kayak 'ashes' yang membuat saya langsung terpikir beauty from hell haha.

Kata seorang teman, memang itu yang berusaha ditonjolkan dari sang desainer. Kecantikan dari kegelapan. Duh, keren banget deh koleksinya tapi sayang kayaknya gak akan cocok kalo saya yang pake haha. Karena mostly almost transparent.

Penampilan selanjutnya, desainer asal Thailand yang namanya besar di Afrika Selatan. Karya keren banget juga. Musiknya membuat saya dibawa ke alam Afrika. Pas nonton shownya juga saya berasa melihat 'SOUTH AFRICAN TRIBE IS HERE!' LOL
 

Kebanyakan motifnya dia tema alam gitu. As you can see. Rasanya kalo ketemu sama Chu pengen bilang, "YOU ARE GREAT FOR BRINGING SOUTH AFRICAN TRIBE IN HERE" LOL.

Show hari selanjutnya, saya sempat nonton sebentar karya murid-murid dari Raffles Institute. Karena saya masih awam dan mungkin mata saya seliwer, saya gak menangkap sesuatu yang spesial dari karya-karya mereka. Saya gak menangkap apa yang mereka coba tunjukkan dalam karya tersebut. 

Oke, kecuali satu orang. INK.

Dari pertama karyanya muncul, saya langsung nangkap kalau dia ingin menampilkan sesuatu yang klasik ala abad pertengahan namun dengan gaya yang modern. Lucu deh karyanya yang didominasi warna putih. Pokoknya desain baju klasik zaman dulu dengan pesona yang elegan tetapi dari karyanya ini menonjolkan sisi maskulin, beda kan sama baju-baju abad pertengahan perempuan yang menonjolkan feminitas mereka tapi ini maskulinitas! Kerenlah.

Hari terakhir, saya penasaran dengan desainer asal Vietnam, Betty Tran, yang lewat booklet yang dikasih, karyanya lucu. Gaun-gaun dengan warna soft yang mengingatkan saya dengan gaun rancangan Barli Asmara (halah).

Betty Tran menampilkan gaun-gaun yang mostly berbahan tulle (eh iya bukan sih, tulle?). Ia tidak banyak menggunakan warna, yang ia gunakan mostly putih, hitam, merah, silver, dan pink nude. Yang unik, di setiap gaun ada potongan gambar bibir gitu. Saya gak nangkep dia coba menampilkan apa dan apa temanya (hehe).

Digital Fashion Week 2017 Jakarta ditutup dengan mengagumkan oleh rancangan David Tlale yang mencoba membawa Afrika ke Jakarta. Vibe-nya dapet banget. Warna yang dia tampilkan warna-warna yang menurut saya nyentrik, seperti hijau terang, atau pink fanta. Seolah ingin memperkenalkan ke masyarakat Indonesia, "HEY, WE ARE AFRICAN!". Karyanya benar-benar memukau saya dengan ceritanya.



Yah, begitulah. Adanya Digital Fashion Week 2017 ini membuka wawasan saya secara gak langsung tentang fashion. Yang ternyata berbeda sekali antara desainer lokal dan internasional (yaiyalah!). Entah waktu Jakarta Fashion Week kemarin saya lelah atau gak fokus, dsb, saya kurang mendapatkan maksud dari rancangan yang ditampilkan (atau bisa jadi karena saya masih awam banget juga). Maksudnya, meskipun para desainernya sudah menjelaskan tentang rancangannya tetapi saya belum mendapatkan vibe seperti yang saya dapatkan dari Digital Fashion Week ini. Apa karena mereka desainer internasional ya?

Namun sayangnya, penyelenggaranya masih belum siap. Selain acaranya ngaret (yang mana udah biasa sih), Digital Fashion Week 2017 Jakarta ini terbilang sepi banget. Mungkin karena perdana di Indonesia kali ya. Well, let's see next year.

Maju terus industri fashion Indonesia!

All photos: Credit to Digital Fashion Week #DFWjkt #digitalfashionweek

1 komentar: